LAMPUNGCORNER.COM, Bandarlampung – LBH Bandarlampung mengecam keras tindakan berlebihan Polda Lampung yang beberapa bulan terakhir melakukan tindakan ekstrajudicial killing terhadap terduga begal.
LBH bahkan menilai tindakan yang dilakukan kepolisian merupakan pelanggaran HAM terhadap peradilan yang bersih dan fair dalam penegakan hukum.
Tindakan ini berawal dari statement Kapolda Lampung yang memerintahkan jajarannya untuk menembak mati pelaku-pelaku kejahatan di Lampung.
Kadiv Sipol LBH Bandarlampung Cik Ali menerangkan tidak ada istilah tembak mati. Lepasnya peluru hanya boleh untuk melumpuhkan dengan tujuan agar penjahat menyerah.
Sebab, polisi bertugas membawa pelaku kejahatan untuk diadili di pengadilan, bukan menghakimi setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Itulah mengapa LBH menilai operasi dimaksud berlebihan, reaktif, dan melanggar hak hidup, serta hak keadilan bagi mereka yang dituduh begal, jambret, dan pelaku kejahatan jalanan lainnya.
Tindakan itu bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945 dan pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia).
UU tersebut memberi jaminan agar setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.
Seperti dilansir dari rilislampung.id (group lampungcorner.com), selain itu, LBH Bandarlampung menduga telah terjadi pelanggaran Perkapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian RI.
Selain itu, Perkapolri Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian yang menyatakan tembakan yang boleh dilakukan polisi hanya bersifat peringatan dan pelumpuhan. Bukan menghilangkan nyawa terduga pelaku.
Justru bila kepolisian dapat memecahkan persoalan kejahatan jalanan ini dengan menangkap hidup-hidup , pada dasarnya Polda Lampung dapat mengurai hingga ke akar-akarnya.
”Apabila hal ini terus-menerus dilakukan akan berapa banyak lagi masyarakat yang diduga sebagai pelaku mendapatkan dampak serupa?” kecam Cik Ali.
Mengutip Thomas More dalam penelitiannya, hukuman mati bukanlah faktor utama yang memacu efektivitas dari penegakan hukum.
Bahwa pernah terjadi eksesusi hukuman mati terhadap 24 pelaku tindak pidana yang disaksikan oleh khalayak ramai. Namun di tengah kerumunan masyarakat yang tengah menyaksikan hal tersebut masih saja ada tindak pidana lain dengan pelaku lain di saat bersamaan (Topo Santoso dan Eva A. Zulea, 2009 : 4). (*)
Red