LAMPUNGCORNER.COM, Bandarlampung – Agresi gila-gilaan Israel di Jalur Gaza pada Senin (17/5/2021) telah menyebabkan 212 orang meninggal dunia dan 1.400 lainnya luka-luka.
Sebuah konflik Israel dan Palestina yang paling serius dalam sejarah beberapa tahun terakhir. Bahkan, 61 anak dan 36 wanita di antaranya tewas.
Hal ini merobek trauma yang sebenarnya ingin ditekan oleh Mohammed, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung (FMIPA Unila), seperti dilansir dari rilislampung.id (group lampungcorner.com).
Ya, Mohammed memang berasal dari Palestina yang memeroleh kesempatan untuk meninggalkan krisis di negaranya dan kemudian kuliah di Unila.
Mohammed menuturkan, Palestina dari hari ke hari makin sulit. Tidak ada tempat aman di Palestina.
”Rumah saya yang terletak di Jalur Gaza pun sudah porak poranda dihantam roket Israel dalam serangan brutal tersebut,” sedihnya, Rabu (19/5/2021).
Titik konflik antara Palestina dan Israel memang terjadi di Jalur Gaza, yang sudah dikuasai gerakan politik Islam militan, Hamas, sejak tahun 2007.
Jalur Gaza merupakan salah satu wilayah terpadat di dunia. Sebagian penduduknya hidup dalam kemiskinan dan bergantung pada bantuan kemanusiaan dari luar negeri.
Mahasiswa jurusan Ilmu Komputer angkatan 2019 ini sempat berusaha menghubungi saudaranya di Palestina. Hanya jawaban singkat yang ia peroleh, ”Alhamdulillah”.
Ia bersyukur meski saudaranya tak mau menjelaskan detail keadaannya sekarang, dia masih hidup dan dapat menjawab teleponnya.
Terakhir ia menghubungi keluarganya sekitar pukul 14.00 WIB atau 10.00 waktu Palestina, Rabu (19/5/2021).
Namun ia menolak merincikan apa hasil komunikasinya dengan keluarga yang tinggal persis di Jalur Gaza itu.
“Semua keluarga di sana tetap semangat, karena Palestina itu punya kita. Al-Aqsa itu hak kita,” tandas sulung dari sembilan bersaudara ini.
Ia meminta doa untuk keluarga dan seluruh rakyat Palestina yang saat ini berjuang dari bombardir Israel. (*)
Red