Oleh: Wirahadikusumah
Tidak terasa, besok (Jumat, 12/6/2020), Arinal Djunaidi dan Chusnunia genap setahun. Menjabat Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung.
Selama setahun ini, dalam perjalanan kepemimpinan keduanya, saya menilai, situasi pemerintahan di provinsi ini masih berlangsung kondusif. Koordinasi dan komunikasi antar forkopimda berjalan dengan baik.
Itu juga bisa saya lihat dari kompaknya forkopimda dalam mengatasi pandemi Covid-19. Yang tengah melanda Lampung ini.
Gubernur, Wakil Gubernur, Ketua DPRD Provinsi, Kapolda, Danrem, dan unsur forkopimda lainnya sering terlihat bersama dalam sesi-sesi konferensi pers. Saat mereka memberikan informasi mengenai penanganan pandemi di provinsi ini.
Saya juga menilai, hubungan pemprov dengan pemkot maupun pemkab berjalan dengan baik. Gubernur dan wali kota serta bupati juga terlihat kompak. Mereka kerap hadir bersama dalam acara-acara yang digelar pemprov.
Beberapa pekan yang lalu, saya juga sempat melihat di media massa, Arinal bersama Wali Kota Bandarlampung Herman HN tampil bersama. Saat memberikan imbauan kepada para pelaku usaha di kota ini.
Tentu selama setahun menjabat, masih ada kekurangan yang saya lihat. Terutama soal menyejahterakan petani. Keduanya dulu pernah berjanji, akan menjadikan petani Lampung berjaya.
Namun, janji itu sepertinya belum terwujud. Itu bisa dilihat dari data yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung. Di websitenya.
Lembaga ini melaporkan tentang merosotnya angka nilai tukar petani (NTP). Pada Mei 2020. Yang turun 1,6 persen.
Menurut BPS Lampung, pada Mei 2020, komoditas pertanian mengalami penurunan harga. Di antaranya pada komoditas subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan perikanan tangkap.
Seperti gabah, jagung, cabai rawit, cabai hijau, cabai merah, dan beberapa jenis sayuran dan tanaman obat, kopi, karet, kelapa sawit, dan beberapa jenis ikan tangkap.
Kenaikan hanya pada subsektor peternakan dan perikanan budidaya mengalami kenaikan, seperti ternak besar, ternak kecil, unggas, dan telur itik/bebek, dan beberapa ikan budidaya.
BPS Lampung juga melaporkan, pada Mei 2020, harga gabah kering panen (GKP) di petani turun 10,5 persen.
Bicara tentang data BPS ini, saya jadi ingat tulisan guru saya Abah Dahlan Iskan. Yang berjudul: ”Defisit BPS”.
Dalam tulisannya itu, ia menjelaskan, BPS adalah lembaga data. Yang harus mengumumkan hitam adalah hitam. Putih bukanlah jingga.
Data tidak beragama. Tidak bersuku bangsa. Dan tidak berpartai.
Memang di negara otoriter data sering dijadikan alat politik. Dimainkan. Disembunyikan. Diungkap-ungkapkan.
Data diperlakukan semaunya yang berkuasa. Meski akhirnya ketahuan juga: tidak cocok dengan kenyataan. Atau tidak sesuai dengan yang dirasakan.
Maka kita harus menerima data BPS yang diungkapkan itu sebagai data.
Datanya: Mei 2020 NTP Lampung merosot 1,6 persen.
Pun harga gabah kering panen: turun 10,5 persen.
Artinya: Petani Lampung saat ini belum berjaya.
Melalui tulisan ini, saya bukannya ingin menagih janji Arinal-Nunik. Saya hanya mengingatkan saja.
Memang iya, negara ini, termasuk Lampung tengah dilanda pandemi. Namun, Arinal-Nunik tidak boleh pasrah. Harus ada solusi bagi petani.
Mungkin bisa melalui program Kartu Petani Berjaya (KPB) itu. Yang gaungnya sudah ke mana-mana itu.
Tentu harapannya, KPB bisa merealisasikan janji Arinal-Nunik itu. Yang ingin mewujudkan petani Lampung berjaya itu. Terlebih, masih banyak waktu untuk menepati janji itu. Masih empat tahun lagi.
Pastinya, janji itu banyak yang menunggu untuk ditepati. Bukan saya saja. Tentu petani juga.
Dan, saya menolak lupa janji itu. Karenanya, saya masih menunggu realisasinya.(Wirahadikusumah)