LAMPUNGCORNER.COM, Malang— Masyarakat di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur patut selalu waspada. Pasalnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Malang menyebut adanya potensi gempa bumi berkekuatan di atas 8 skala ritcher (SR) di Selatan Jawa.
“Banyak ilmuan mengatakan, bahwa potensi gempa bumi di atas 8 Skala Ritcher (SR) itu memang ada. Sebab, secara umum wilayah Selatan Jawa itu masuk dalam zona subduksi,” jelas Kepala BMKG Stasiun Geofisika Malang, Ma’muri, dilansir dari rilis.id (group lampungcorner.com), Senin (24/5/2021).
Namun, mudah-mudahan potensi gempa bumi sebesar itu tidak sampai terjadi. Sebab, menurut Ma’muri apabila gempa bumi kecil kerap terjadi, maka bisa menguntungkan masyarakat.
“Dengan adanya gempa bumi kecil-kecil itu bisa mengurangi energi gempa dahsyat yang tersimpan,” tuturnya.
Adapun total gempa bumi di Jawa Timur sejak Januari hingga Mei per tanggal 24 ini tercatat sudah ada 330 kali gempa bumi, dan mayoritas terjadi di wilayah laut selatan.
“Dari sekian jumlah gempa bumi itu, gempa bumi paling besar yang terjadi yakni pada 10 April dan 21 Mei lalu,” ujarnya.
Sementara itu, dibandingkan tahun 2020 lalu, Ma’muri memprediksi akan terjadi peningkatan signifikan aktivitas lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia tersebut. Sebab, terhitung pada tahun 2020 lalu selama kurun satu tahun telah terjadi 526 kali gempa bumi.
“Sekarang belum setengah tahun sudah ada 330 kejadian, ini adalah bukti adanya peningkatan aktivitas lempeng di Selatan Jatim,” tegasnya.
Atas dasar itu, kemampuan bangunan yang tahan gempa bumi harus dipertimbangkan betul. Apalagi adanya potensi gempa bumi di atas 8 SR itu.
Bangunan tahan gempa tersebut, yakni bangunan yang didesain sedemikian rupa saling mengikat agar saat di goyang tidak roboh.
“Secara umum, bangunan yang tahan gempa bumi adalah bangunan yang diikat slup besi di setiap sudutnya. Sehingga ketika terjadi getaran akan saling mempertahankan,” beber Ma’muri.
Terbukti, berdasarkan survey internal BMKG, rata-rata bangunan yang terdampak gempa bumi pada 10 April dan 21 Mei lalu adalah bangunan tua dan tidak tahan gempa bumi.
“Ya, rata-rata bangunan yang roboh akibat gempa bumi lalu akibat konstruksi bengunan tidak kuat dan bangunan tua,” pungkasnya. (*)
Red
