Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri Komjen Agus Andrianto pimpin kegiatan rilis pers pengungkapan kasus tindak pidana bahan peledak berupa perakitan 16,375 ton bom ikan, bertempat di Mako Direktorat Polairud Polda Jawa Timur (Jatim), Senin (28/12/2020).
Pada kesempatan itu, jenderal polisi bintang tiga itu didampingi Kakorpolairud Baharkam Polri, Kapolda Jatim, Dirpolair Korpolairud Baharkam Polri, dan Kasubdit Intel Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri.
Pada kasus ini, tim gabungan dari Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri (tim Satgas Gakkum, tim Opsnal Subdit Intelair, tim kapal patroli KP Balam-40217, tim kapal patroli KP Eider-3003) bersama dengan Polres Bangkalan dan Ditpolairud Polda Jatim, berhasil mengungkap dan menindak kasus perakitan bom ikan yang tempat kejadian perkaranya berada di wilayah Bangkalan, Madura.
Dari penindakan tersebut, petugas mengamanakan seorang laki-laki sebagai tersangka berinisial MB (43) dan sejumlah barang bukti beruka bahan baku dan peralatan untuk merakit bom ikan, termasuk 0,28 gram narkotika jenis sabu-sabu yang dikonsumsi tersangka untuk menambah stamina.
”Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan tim penyidik Satgas Gakkum Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri terhadap tersangka diketahui potasium chlorate sebagai bahan baku bom ikan dengan jenis potassium chlorate (KCL03) sekitar 2.400 kg adalah pesanan seseorang yang beralamat di daerah Makassar, Sulawesi Selatan. Potasium chlorate tersebut dijual tersangka dengan harga Rp35.000 per kilogram. Adapun sumbu detonator dijual secara terpisah dengan harga Rp 20.000 per pieces,” papar Agus Andrianto.
Ia menerangkan, MB telah menjalani bisnis jual beli potasium chlorate sebagai bahan baku bom ikan dengan jenis potassium chlorate (KCL03) selama dua tahun sejak 2018. MB merakit sendiri bom ikan di rumahnya dengan cara menggunakan botol air mineral yang diisi dengan potasium chlorate yang dicampur belerang dan arang. Sedangkan untuk pembakarnya botol air mineral yang sudah diisi potasium chlorate diberikan sumbu atau detonator, selanjutnya sumbu tersebut dibakar dan menghasilkan ledakan.
”Dari pengungkapan kasus tersebut, setidaknya kita telah menyelamatkan laut Indonesia dari bahaya bom ikan yang sama-sama telah kita ketahui dapat merusak terumbu karang dan spesies ikan maupun biota laut lainnya,” katanya.
Karena, jika satu buah bom ikan diledakkan, memiliki daya ledak radius 50 meter persegi. Sehingga dari keseluruhan total barang bukti, daya ledak yang ditimbulkan dapat menimbulkan kerusakan seluas 350 hektare.
Agus Andrianto juga menyampaikan harapannya kepada awak media agar bisa menyosialisasikannya kepada masyarakat tentang bahayanya menggunakan bom ikan karena bisa merusak biota dan ekosistem laut.
”Karena jika sudah rusak, akan membutuhkan waktu yang lama untuk recovery,”, tegasnya.
Agus Andrianto menjelaskan, pengembangan akan dilanjutkan karena bahan-bahan peledak ini bisa saja disalahgunakan untuk kejahatan lainnya tentu saja akibatnya bisa merugikan masyarakat yang tidak berdosa.
”Ini akan terus kita kembangkan agar jaringan supliyer maupun pengguna termasuk peredaran bahan seperti Potasium Clorida dan Sodium Clorida, detonator akan kita kejar,” pungkasnya.
Berdasarkan kasus tersebut, MB dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Bahan Peledak dan/atau pasal 122 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, dan pasal 127 ayat (1) UU Nomor 35/2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55, 56 KUHP.
Ancamannya adalah hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun.(rls/whk)