Bandarlampung – LBH Bandarlampung mendorong Polda Lampung untuk mengusut tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak yang diduga dilakukan oknum petugas Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur (Lamtim).
Hingga saat ini, Polda Lampung belum menetapkan tersangka dalam kasus kekerasan seksual yang dialami seorang anak berinisial N (13).
Padahal, LBH sudah melaporkan kasus tersebut dengan Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STTLP/977/VII/2020/LPG/SPKT pada tanggal 3 Juli lalu.
Kasus ini mencuat setelah korban bercerita langsung kepada salah satu kerabatnya yang kemudian disampaikan kepada orang tua korban.
“Bahwa sebelumnya korban pernah mengeluh sakit dan kerap histeris, sehingga keluarga korban merasa curiga dengan si anak,” kata Direktur LBH Bandarlampung Chandra Muliawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/7/2020).
Berdasarkan penuturan korban kepada kerabatnya, terungkap bahwa telah terjadi dugaan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oknum petugas P2TP2A.
Peristiwa itu terjadi saat oknum petugas P2TP2A mendampingi korban dalam perkara serupa. Pelakunya adalah paman kandungnya, yang divonis 14 tahun bui oleh Pengadilan Negeri Sukadana beberapa waktu lalu.
Bukannya melindungi sang korban, oknum petugas P2TP2A Lamtim malah melakukan perbuatan tercela.
“Hal ini menjadi preseden buruk terhadap penyelenggaraan jaminan atas perlindungan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan. Apalagi Lampung Timur telah dinobatkan sebagai Kabupaten Ramah Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2019 lalu,” terang Chandra.
Menurutnya, penderitaan karena trauma yang diterima oleh korban tidak akan pernah sebanding dengan apapun.
Namun, rasa keadilan dan pengembalian hak-hak korban serta pemulihan kondisi korban adalah hal utama yang harus menjadi prioritas penegak hukum dan pemerintah.
“Oleh karena itu, pihak kepolisian dalam hal ini Kepolisian Daerah Lampung harus bisa bekerja secara maksimal dengan membongkar kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi serta menyisir seluruh pihak yang diduga terlibat dalam peristiwa hukum ini,” ungkap Chandra.
Karena menurutnya, bukan tidak mungkin jika kasus ini akan membuka potensi korban-korban lain yang juga pernah mengalami tindakan kekerasan serupa.
“Selain adanya dugaan perbuatan kekerasan seksual terhadap anak, kami juga melihat kasus ini juga berpotensi mengarah pada tindak pidana perdagangan orang sebagaimana diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,” tegasnya.
Selain mendorong Polda Lampung, LBH Bandarlampung juga akan melakukan upaya lain, seperti berkordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk meminta turut terlibat dalam hal pemulihan kondisi korban yang telah mengalami traumatis cukup dalam.
“Kami juga mendesak pemerintah daerah khususnya Provinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Timur untuk mengevaluasi seluruh jajaran satuan kerja di bawah yang menangani isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak juga fokus terhadap pemulihan korban beserta keluarganya yang notabenenya ialah masyarakat yang kurang mampu,” pungkas Chandra. (*)